Ibu jari yang
kecil, sedikit berisi, atau bahasa kasarnya “bantet”. Selalu terpinggirkan,
terlupakan, bahkan jauh dari kesan cantik dan special, namun kehadirannya
selalu di rindukan. Sekarang, cobalah kita ingat sedikit cerita tentang ibu
jari beserta ke empat jari yang selalu mengekor setelah nya.
Si
kecil kelingking, masih ingatkah kita dengan masa kanak-kanak, si kelingking
imut yang selalu merindukan genggaman dari kelingking lain dari sang pemiliik
bernama sahabat, pertanda janji setia dari anak-anak yang masih berpikir polos
tanpa beban. Seperti kelingking yang selalu tenang, dengan bentuknya yang kecil
tak pernah di bebani pekerjaan yang berat, letaknya yang di belakang seakan
telah mendapat perlindungan dari keempat jari lain, yang lebih dahulu berdiri
tegak di depannya.
Jari manis, ia selalu terlihat cantik dengan
cincin emas pada setiap acara sakral seperti penikahan. Acara yang selalu
membuat semua manusia merasakan kebahagian, di mana semua orang merindukannya,
menginginkannya dan merupakan salah satu sunah Rasul-Nya. Jari manis akan
selalu terlihat cantik dengan cincin emas yang melingkari tubuhnya. Lalu, si
manis ini akan merasakan kekayaan dari
sang empunya jari, aksesoris yang menempel di tubuhnya akan membuat si manis
telihat lebih cantik dan indah.
Jari
tengah, si jangkung yang angkuh. Kenapa? Iya saya menyimpulkan seperti itu
karena, si jangkung ini cermin dari ke angkuhan, simbolis dari kesombongan seseorang. Ingatlah, ketika seseorang
mengacungkan jari tengahnya dihadapan orang lain. Apa perasaan kamu jika orang
tersebut adalah kamu? Letaknya yang di tengah, dengan tinggi melebihi jari lain
sudah cukup menggambarkan kesombongan seseorang.
Telunjuk,
dari kelima jari dialah yang paling familiar. Selalu menunjukan dirinya kepada
lingkungan bahwa dia ada. Selalu
berusaha menjadi yang terdepan dan terdahulu, selalu berusaha menjadi yang
pertama tahu dari empat jari lainnya. Tapi, ia lupa satu hal. Tak semua orang
menyukai pengetahuan dan kehadirannya. Karena ia masih terlalu muda, sifat
egois yang tinggi masih membuatnya kalah pamor dengan sang ibu jari yang bijak.
Ibu
jari, berbeda dengan keempat jari sebelumnya, yang selalu menonjolkan
kemampuan,, pengetahuan dan fisik mereka. Sang ibu jari hanyalah jari yang terkadang
hampir terlupakan. Fisiknya tak secantik si jari manis, gendut, bisa dibilang
begitu. Bentuknya yang jauh dari kata ideal, membuatnya tak pernah merasakan
kemewahan dari cincin emas. Fisiknya yang pendek tak pernah bisa membuatnya
menaklukan orang lain dengan rasa
angkuh. Keimutannya sudah tak ada, karena fisiknya memang tak seimut si
kelingking. Maka tak heran jika anak-anak tak begitu menyukainya. Lalu,
pengetahuannya pun tak seluas si telunjuk. Jadi, apa yang bisa dibanggakann
dari si “jelek” ini? Tunggu dulu, jangan terlalu cepat untuk mengambil
kesimpulan. Si “jelek” masih punya kelebihan yang tidak dimiliki keempat jari
lainnya. Ibu jari lebih tahu dan lebih sopan dari si telunjuk, ibu jari bisa
lebih kejam dan lebih sadis dari si angkuh jari tengah, ibu jari pun bisa
terlihat lebih imut dan lebih kreatif di banding si kecil kelingking, walaupun
tak bisa tampil cantik secantik jari manis. Ibu jari memiliki kedewasaan untuk
tidak memamerkan kemampuan dan keistimewaannya itu.
Ibu
jari lambang kedewasaan, kebijaksanaan, dan kesopanan. Itulah pilosofi ibu jari
bagi saya. Semoga sebait kisah ibu jari dapat membuka pemikiran kita. Tentang
hukum keseimbangan, antara si cantik dan si "jelek", si cantik memang terlihat
lebih menarik dari si "jelek". Tapi, si "jelek" belum tentu lebih buruk dari si
cantik. Antara si "pintar" dan si "bodoh", si "pintar" memang akan terlihat pintar di
antara si "bodoh", tapi si "bodoh" pun pasti memiliki pengetahuan yang belum tentu
si "pintar" miliki. Cerita si kecil “bantet” ibu jari ini sengaja saya tulis di
halaman pertama sebagai pembuka blog
yang masih jauh dari kata sempurna, berisi tulisan yang berkaitan dengan
psikologi, karena saya masih tercatat sebagai mahasiswi semester enam di
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Blog yang masih terlihat
polos tanpa aksesoris dan tulisan yang mewah serta masih terdapat kekurangan di sana-sini. Walaupun hanya beberapa halaman,
semoga tulisan ini dapat menjadi satu cerita motivasi serta dapat menambah sedikit wawasan psikologi bagi teman-teman pembaca blog ini.
Ciputat, 13 Maret 2014
Nuratri Catur K. N
No comments:
Post a Comment