Thursday, March 13, 2014

Kenapa Harus Ibu Jari??



Ibu jari yang kecil, sedikit berisi, atau bahasa kasarnya “bantet”. Selalu terpinggirkan, terlupakan, bahkan jauh dari kesan cantik dan special, namun kehadirannya selalu di rindukan. Sekarang, cobalah kita ingat sedikit cerita tentang ibu jari beserta ke empat jari yang selalu mengekor setelah nya.
Si kecil kelingking, masih ingatkah kita dengan masa kanak-kanak, si kelingking imut yang selalu merindukan genggaman dari kelingking lain dari sang pemiliik bernama sahabat, pertanda janji setia dari anak-anak yang masih berpikir polos tanpa beban. Seperti kelingking yang selalu tenang, dengan bentuknya yang kecil tak pernah di bebani pekerjaan yang berat, letaknya yang di belakang seakan telah mendapat perlindungan dari keempat jari lain, yang lebih dahulu berdiri tegak di depannya.
 Jari manis, ia selalu terlihat cantik dengan cincin emas pada setiap acara sakral seperti penikahan. Acara yang selalu membuat semua manusia merasakan kebahagian, di mana semua orang merindukannya, menginginkannya dan merupakan salah satu sunah Rasul-Nya. Jari manis akan selalu terlihat cantik dengan cincin emas yang melingkari tubuhnya. Lalu, si manis ini akan merasakan kekayaan  dari sang empunya jari, aksesoris yang menempel di tubuhnya akan membuat si manis telihat lebih cantik dan indah.
Jari tengah, si jangkung yang angkuh. Kenapa? Iya saya menyimpulkan seperti itu karena, si jangkung ini cermin dari ke angkuhan, simbolis dari kesombongan  seseorang. Ingatlah, ketika seseorang mengacungkan jari tengahnya dihadapan orang lain. Apa perasaan kamu jika orang tersebut adalah kamu? Letaknya yang di tengah, dengan tinggi melebihi jari lain sudah cukup menggambarkan kesombongan seseorang.
Telunjuk, dari kelima jari dialah yang paling familiar. Selalu menunjukan dirinya kepada lingkungan bahwa  dia ada. Selalu berusaha menjadi yang terdepan dan terdahulu, selalu berusaha menjadi yang pertama tahu dari empat jari lainnya. Tapi, ia lupa satu hal. Tak semua orang menyukai pengetahuan dan kehadirannya. Karena ia masih terlalu muda, sifat egois yang tinggi masih membuatnya kalah pamor dengan sang ibu jari yang bijak.
Ibu jari, berbeda dengan keempat jari sebelumnya, yang selalu menonjolkan kemampuan,, pengetahuan dan fisik mereka. Sang ibu jari hanyalah jari yang terkadang hampir terlupakan. Fisiknya tak secantik si jari manis, gendut, bisa dibilang begitu. Bentuknya yang jauh dari kata ideal, membuatnya tak pernah merasakan kemewahan dari cincin emas. Fisiknya yang pendek tak pernah bisa membuatnya menaklukan orang lain  dengan rasa angkuh. Keimutannya sudah tak ada, karena fisiknya memang tak seimut si kelingking. Maka tak heran jika anak-anak tak begitu menyukainya. Lalu, pengetahuannya pun tak seluas si telunjuk. Jadi, apa yang bisa dibanggakann dari si “jelek” ini? Tunggu dulu, jangan terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan. Si “jelek” masih punya kelebihan yang tidak dimiliki keempat jari lainnya. Ibu jari lebih tahu dan lebih sopan dari si telunjuk, ibu jari bisa lebih kejam dan lebih sadis dari si angkuh jari tengah, ibu jari pun bisa terlihat lebih imut dan lebih kreatif di banding si kecil kelingking, walaupun tak bisa tampil cantik secantik jari manis. Ibu jari memiliki kedewasaan untuk tidak memamerkan kemampuan dan keistimewaannya itu.
Ibu jari lambang kedewasaan, kebijaksanaan, dan kesopanan. Itulah pilosofi ibu jari bagi saya. Semoga sebait kisah ibu jari dapat membuka pemikiran kita. Tentang hukum keseimbangan, antara si cantik dan si "jelek", si cantik memang terlihat lebih menarik dari si "jelek". Tapi, si "jelek" belum tentu lebih buruk dari si cantik. Antara si "pintar" dan si "bodoh", si "pintar" memang akan terlihat pintar di antara si "bodoh", tapi si "bodoh" pun pasti memiliki pengetahuan yang belum tentu si "pintar" miliki. Cerita si kecil “bantet” ibu jari ini sengaja saya tulis di halaman pertama  sebagai pembuka blog yang masih jauh dari kata sempurna, berisi tulisan yang berkaitan dengan psikologi, karena saya masih tercatat sebagai mahasiswi semester enam di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Blog yang masih terlihat polos tanpa aksesoris dan tulisan yang mewah serta masih terdapat kekurangan di sana-sini. Walaupun hanya beberapa halaman, semoga tulisan ini dapat menjadi satu cerita motivasi serta dapat menambah sedikit wawasan psikologi bagi teman-teman pembaca blog ini.


Ciputat, 13 Maret 2014
Nuratri Catur K. N

No comments:

Post a Comment