Sunday, March 30, 2014

Guidance dan Fitrah, Terlihat Sederhana tapi Kaya Makna



Mengapa kita membutuhkan bimbingan? Atau bahasa kerennya Guidance, dari mulai anak-anak yang belajar membaca, orang tua yang ingin bisa mengendarai mobil, berbisnis yang baik, para wisatawan asing yang sedang berkunjung, semua membutuhkan yang namanya guidance. Hampir di segala aspek kehidupan, kita membutuhkan guidance. Coba sekarang saya ingin mencoba merecall  kembali  ingatan pada saat perkuliahan Psikologi Konseling tanggal 19 maret 2014 oleh Bpk. Bambang Suryadi, khususnya tentang individual differences. Ya, tidak salah dan tidak bukan, semua manusia terlahir dengan perbedaan dan keunikannya masing-masing atau terlahir dengan fitrahnya yang dapat merubah kepribadiannya, dengan potensi yang dibawa setiap orang sejak lahir itulah, lingkungan dapat menjadikan mereka berbagai macam termasuk keluarga. Lalu, apa bedanya guidance dan counseling? Counseling adalah bagian terkecil dari guidance, sebuah interaksi tatap muka antara seseorang dan professional. Untuk mencapai tujuan tertentu. Karena pada hakikatnya manusia di lahirkan dalam keadaan fitrah, menurut Al-Awzaiy fitrah memiliki makna kesucian, tanpa dosa (purity). Pendapat ini didukung oleh hadis Nabi:
 “kullu mauludin yuladu alal fitrah fa abawahu yuhawidanihi aw yunashironihi aw yumajisanihi.”
Artinya: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya lah yang menjadikan ia nasrani, yahudi dan majusi.
Maksud suci disini bukanlah kosong atau netral seperti yang dikatakan oleh John lock dalam teori Psiko-Behavioristiknya, melainkan kesucian psikis yang terbebas dari dosa dan penyakit ruhaniah. Kemudian fitrah berarti potensi yang dibawa sejak lahir (innet potencial) untuk ber-islam memilih kepercayaan terhadap Tuhan (Believe of god). Hal tersebut dikemukakan oleh Abu Hurairah bahwa fitrah berarti beragama islam. Pemaknaan ini menunjukan bahwa penciptaan manusia adalah penyerahan kepada yang mutlak ber-islam. Tanpa ber-islam berarti kehidupannya telah berpaling dari fitrahnya. Mengakui ke-esaan Allah dan terus menerus untuk mencari dan mencapai ketauhidan tersebut.
Hadis di atas sekaligus mematahkan teori dari John lock dan Sigmund Freud, yang menganggap bahwa setiap orang memiliki potensi untuk “sakit”, lalu Freud menganggap agama hanya suatu delusi, ilusi (mensucikan lembaga kemanusiaan yang buruk), perasaan menggoda pikiran (obsessional neurosis) dan berasal dari ketidakmampuan seseorang mengahadapi kekuatan alam di luar dirinya juga kekuatan insting dari dalam dirinya sendiri.

Hierarki yang dibangun Freud hanya terdiri atas alam pra sadar (preconscious), alam tidak sadar (uncounscious),  dan alam sadar (counscious). Belum menyentuh aspek atas sadar atau supra sadar, agama menjadi fokus utamanya.
Lalu, manusia membutuhkan beberapa bimbingan atau guidance. Untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang berbudi, beretika dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya (self adjustment). Dan yang terpenting adalah membimbingnya kepada fitrah yang telah dibawa sejak lahir  serta mempermudah seseorang dalam beraktivitas (human activities) sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan setiap manusia.
Guidance bukan hal yang dapat dilakukan dengan singkat. Satu, dua, tiga atau hanya sesekali saja dilakukan. Tetapi, guidance butuh keseriusan. Karena guidance bersifat berkesinambungan (countinous guidance)



Sumber: Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Prof. Dr.  Abdul Mujib, M. Ag





Thursday, March 13, 2014

Apa sih, Psikologi itu??



Ciputat, 07  Maret 2014
Apa sih, Psikologi itu??
Psikologi, satu kata yang bagi orang awam masih terdengar asing. Apa yah? Kok asing yah? Itu jurusan yang mempelajari apa? Pasti orang-orang yang belum mengerti selalu menanyakan hal itu. Termasuk saya. Saya pun harus menjawab beberapa pertanyaan semacam itu. Apalagi untuk orang yang tinggal di perkampungan seperti saya, pastilah sering mendapatkan pertanyaan yang membrondong seperti di atas. Entah dari tetangga, teman, bahkan saudara sekalipun.  Baiklah, sekarang coba kita simak sedikit definisi tentang psikologi.
Psikologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, dari dua kata psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi sama dengan ilmu jiwa. Tapi, masalahnya tak hanya sampai di sini. Sebagian besar orang belum mengetahui makna dari kata ilmu jiwa tersebut. 
Walaupun psikologi dikatakan dan memiliki arti ilmu jiwa. Namun, pada kenyataannya psikologi bukanlah ilmu jiwa, karena jiwa tidak bisa diukur. Lalu, Apa itu psikologi? Psikologi merupakan satu cabang ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. Karena perilkau masih bisa diukur dengan cara diobservasi. Kenapa begitu? Karena menurut para ahli perilaku merupakan manifestasi dari jiwa seseorang. Karena alasan tersebutlah, psikologi tidak dikatakan sebagai ilmu jiwa.
Seperti yang  telah saya dan teman-teman pelajari pada saat perkuliahan psikologi konseling pada 07 Maret 2014. Definisi psikologi dibuat lebih sederhana dengan beberapa keyword yang diberikan Bpk. Bambang Suryadi selaku dosen. Yaitu: scientific study, human behavior, dan mental process. Hal tersebut dapat memudahkan mahasiswa sebelum mempelajari mata kuliah psikologi konseling secara mendalam.
Di hari yang sama Bpk. Bambang Suryadi menjelaskan beberapa topik yang berkaitan dengan psikologi konseling, lalu, membuka diskusi di antara mahasiswa siang itu, mengenai beberap topik tersebut. Beberapa topik tersebut adalah:
·        Guidance
Guidance adalah keseluruhan proses untuk memberikan pertolongan dari orang yang berkuallitas dibidangnya, kepada orang lain dengan tujuan tertentu, misalnya:
-          To depelopment potency
-          Solving the problem
-          Making wise decision
-          Self adjustment

·        Counceling advice
Proses interaksi tatap muka antara counselor dan clien untuk memberi pertolongan. Counceling merupakan bagian terkecil dari guidance.

·        Counsultation
Pemberian pertolongan oleh seseorang professional dibidangnya, dengan tujuan tertentu.
Perbedaan consultation dengan counceling advice adalah, tidak adanya tatap muka antara counselor dan clien.

·         Psychotherapy
Sebuah proses yang meluas, adanya pemberian treatmen terhadap seseorang.
- Medical treatmen oleh psikiatri untuk mental illness
- Psychology treatmen oleh psikolog
Psycoterapy merupakan salah satu bagian dari konseling.

Demikianlah, sekilas penjelasan yang saya dapat tentang definisi psikologi dari kuliah psikologi konseling oleh Bpk. Bambang Suryadi. Untuk kritik dan saran silahkan komen di kolom komentar.

Kenapa Harus Ibu Jari??



Ibu jari yang kecil, sedikit berisi, atau bahasa kasarnya “bantet”. Selalu terpinggirkan, terlupakan, bahkan jauh dari kesan cantik dan special, namun kehadirannya selalu di rindukan. Sekarang, cobalah kita ingat sedikit cerita tentang ibu jari beserta ke empat jari yang selalu mengekor setelah nya.
Si kecil kelingking, masih ingatkah kita dengan masa kanak-kanak, si kelingking imut yang selalu merindukan genggaman dari kelingking lain dari sang pemiliik bernama sahabat, pertanda janji setia dari anak-anak yang masih berpikir polos tanpa beban. Seperti kelingking yang selalu tenang, dengan bentuknya yang kecil tak pernah di bebani pekerjaan yang berat, letaknya yang di belakang seakan telah mendapat perlindungan dari keempat jari lain, yang lebih dahulu berdiri tegak di depannya.
 Jari manis, ia selalu terlihat cantik dengan cincin emas pada setiap acara sakral seperti penikahan. Acara yang selalu membuat semua manusia merasakan kebahagian, di mana semua orang merindukannya, menginginkannya dan merupakan salah satu sunah Rasul-Nya. Jari manis akan selalu terlihat cantik dengan cincin emas yang melingkari tubuhnya. Lalu, si manis ini akan merasakan kekayaan  dari sang empunya jari, aksesoris yang menempel di tubuhnya akan membuat si manis telihat lebih cantik dan indah.
Jari tengah, si jangkung yang angkuh. Kenapa? Iya saya menyimpulkan seperti itu karena, si jangkung ini cermin dari ke angkuhan, simbolis dari kesombongan  seseorang. Ingatlah, ketika seseorang mengacungkan jari tengahnya dihadapan orang lain. Apa perasaan kamu jika orang tersebut adalah kamu? Letaknya yang di tengah, dengan tinggi melebihi jari lain sudah cukup menggambarkan kesombongan seseorang.
Telunjuk, dari kelima jari dialah yang paling familiar. Selalu menunjukan dirinya kepada lingkungan bahwa  dia ada. Selalu berusaha menjadi yang terdepan dan terdahulu, selalu berusaha menjadi yang pertama tahu dari empat jari lainnya. Tapi, ia lupa satu hal. Tak semua orang menyukai pengetahuan dan kehadirannya. Karena ia masih terlalu muda, sifat egois yang tinggi masih membuatnya kalah pamor dengan sang ibu jari yang bijak.
Ibu jari, berbeda dengan keempat jari sebelumnya, yang selalu menonjolkan kemampuan,, pengetahuan dan fisik mereka. Sang ibu jari hanyalah jari yang terkadang hampir terlupakan. Fisiknya tak secantik si jari manis, gendut, bisa dibilang begitu. Bentuknya yang jauh dari kata ideal, membuatnya tak pernah merasakan kemewahan dari cincin emas. Fisiknya yang pendek tak pernah bisa membuatnya menaklukan orang lain  dengan rasa angkuh. Keimutannya sudah tak ada, karena fisiknya memang tak seimut si kelingking. Maka tak heran jika anak-anak tak begitu menyukainya. Lalu, pengetahuannya pun tak seluas si telunjuk. Jadi, apa yang bisa dibanggakann dari si “jelek” ini? Tunggu dulu, jangan terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan. Si “jelek” masih punya kelebihan yang tidak dimiliki keempat jari lainnya. Ibu jari lebih tahu dan lebih sopan dari si telunjuk, ibu jari bisa lebih kejam dan lebih sadis dari si angkuh jari tengah, ibu jari pun bisa terlihat lebih imut dan lebih kreatif di banding si kecil kelingking, walaupun tak bisa tampil cantik secantik jari manis. Ibu jari memiliki kedewasaan untuk tidak memamerkan kemampuan dan keistimewaannya itu.
Ibu jari lambang kedewasaan, kebijaksanaan, dan kesopanan. Itulah pilosofi ibu jari bagi saya. Semoga sebait kisah ibu jari dapat membuka pemikiran kita. Tentang hukum keseimbangan, antara si cantik dan si "jelek", si cantik memang terlihat lebih menarik dari si "jelek". Tapi, si "jelek" belum tentu lebih buruk dari si cantik. Antara si "pintar" dan si "bodoh", si "pintar" memang akan terlihat pintar di antara si "bodoh", tapi si "bodoh" pun pasti memiliki pengetahuan yang belum tentu si "pintar" miliki. Cerita si kecil “bantet” ibu jari ini sengaja saya tulis di halaman pertama  sebagai pembuka blog yang masih jauh dari kata sempurna, berisi tulisan yang berkaitan dengan psikologi, karena saya masih tercatat sebagai mahasiswi semester enam di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Blog yang masih terlihat polos tanpa aksesoris dan tulisan yang mewah serta masih terdapat kekurangan di sana-sini. Walaupun hanya beberapa halaman, semoga tulisan ini dapat menjadi satu cerita motivasi serta dapat menambah sedikit wawasan psikologi bagi teman-teman pembaca blog ini.


Ciputat, 13 Maret 2014
Nuratri Catur K. N